PERJANJIAN SEWA-MENYEWA
No.
122/UD/sejahtera-tb/TB/iii/16
Yang
bertanda tangan di bawah ini :
1. Nama ................................ Pekerjaan BURUH Dalam
hal ini bertindak untuk dan atas nama untuk diri sendiri berkedudukan
di panca tunggal
jaya selanjutnya disebut yang menyewakan;
2. Nama ........................... pekerjaan mahasiswa Alamat Tulang Bawang dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri,
selanjutnya disebut penyewa;
Dengan
ini menerangkan bahwa pihak yang menyewakan adalah pemilik sah sebuah rumah
yang terletak di jalan anggrek No. 17 Kota Unit 2 Tulang Bawang bermaksud
menyewakan rumahnya kepada penyewa dan penyewa bersedia menyewa rumah tersebut
dari pihak yang menyewakan berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
Pasal
1
(1) Sewa rumah ditetapkan sebesar Rp. 50,000,000,- (lima puluh juta)
untuk jangka waktu sewa 1 tahun terhitung
sejak tanggal penandatanganan surat perjanjian ini.
(2) Pembayaran sewa rumah dilakukan secara tunai
oleh penyewa kepada yang menyewakan dengan diberikan tanda terima yang sah
(kuitansi) segera setelah selesai penandatanganan perjanjian ini.
Pasal
2
(1) Jika terjadi pembatalan perjanjian ini
sebelum rumah tersebut ditempati oleh penyewa, maka uang sewa dikembalikan
kepada penyewa dengan dikenakan potongan 20% dari harga
sewa sebagai ganti kerugian pemutusan perjanjian ini.
(2) Jika terjadi pembatalan perjanjian ini
sebelum jangka waktu sewa berakhir atas kehendak penyewa sendiri, penyewa tidak
dapat menuntut pengembalian uang sewa atau ganti kerugian apapun dari yang
menyewakan.
(3) Selama jangka waktu sewa, baik sebagian
ataupun seluruh jangka waktu sewa tersebut, penyewa tidak dibenarkan dan
dilarang mengalihsewakan rumah tersebut kepada pihak lain (pihak ketiga),
dengan ancaman pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian
kepada yang menyewakan.
Pasal
3
(1) Selama waktu sewa, penyewa wajib merawat,
memelihara, dan menjaga rumah yang disewa itu dengan sebaik-baiknya atas biaya
yang ditanggung oleh penyewa sendiri.
(2) Jika terjadi kerusakan-kerusakan kecil, atau
kerusakan sebagai akibat perbuatan penyewa atau orang yang berada di bawah
pengawasannya, maka semua biaya perbaikan dibebankan dan menjadi tanggung jawab
penyewa sendiri.
(3) Jika terjadi kerusakan berat karena
kesalahan konstruksi, bencana alam, maka tanggung jawab pemilik rumah.
(4) Selama waktu sewa, penyewa tidak boleh
mengubah, menambah, mengurangi bentuk bangunan rumah yang sudah ada, dengan
ancaman membayar ganti kerugian kepada yang menyewakan.
Pasal
4
(1) Penyewa wajib membayar sendiri biaya
pemakaian telepon, aliran listrik, air PAM, Pajak Bumi dan Bangunan pada rumah
yang disewanya itu.
(2) Jika terjadi kerugian akibat kelalaian
memenuhi kewajiban dalam ayat (1), penyewa bertanggung jawab mengganti kerugian
tersebut.
Pasal
5
(1) Yang menyewakan menjamin penyewa bahwa,
rumah yang disewa itu dalam keadaan tidak disengketakan, bebas dari tuntutan
apapun dari pihak ketiga.
(2) Yang menyewakan menjamin penyewa bahwa jual
beli rumah tersebut tidak memutuskan perjanjian ini.
Pasal
6
(1) Jika penyewa ingin memperpanjang jangka
waktu sewa, maka selambat-lambatnya dalam waktu tiga bulan sebelum perjanjian
ini berakhir, penyewa telah memberitahukan dan memusyawarahkan dengan pihak
yang menyewakan.
(2) Setelah jangka waktu sewa berakhir sedangkan
penyewa tidak memperpanjang waktu sewa, maka penyewa wajib segera mengosongkan
rumah tersebut dalam keadaan baik dan menyerahkan kunci rumah kepada pihak yang
menyewakan.
(3) Penyewa boleh mengangkat peralatan yang
dipasangnya dengan biaya sendiri pada rumah tersebut tanpa merusak rumah, dan
jika karena pembongkaran peralatan itu timbul kerusakan, maka penyewa
bertanggung jawab membayar biaya perbaikannya.
Pasal
7
Semua
perselisihan yang timbul dari perjanjian ini kedua belah pihak setuju menyelesaikannya
secara musyawarah untuk mufakat, dengan mengindahkan kelayakan dan kepatutan.
Demikianlah
surat perjanjian ini dibuat di tulang bawang
pada hari senin tanggal 28 maret 2016 setelah dibaca dan dipahami isinya kemudian
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Yang menyewakan
Penyewa
.................................... ................................
Dalam perjanjian di atas
terdapat beberapa keadaan kahay yaitu pada :
Ayat (3) Jika terjadi kerusakan berat karena
kesalahan konstruksi, bencana alam, maka tanggung jawab pemilik rumah.
Force
Majeure
atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan keadaan kahar telah sering kita
dengar dalam setiap perjanjian atau kontrak. Klausul Force Majeure ini
hampir selalu ada dalam setiap kontrak yang dibuat. Kontrak merupakan suatu
kesepakatan tertulis antara kedua belah pihak atau lebih yang dituangkan dalam
suatu perjanjian tertulis. Karena itu dalam melakukan suatu bisnis, pelaku
usaha diwajibkan untuk selalu membaca dengan hati-hati mengenai seluruh klausul
yang terdapat dalam kontrak. Akan fatal akibatnya jika pelaku usaha hanya
membaca sekilas dan tidak mengerti isi kontrak, bahkan tidak sedikit pelaku
usaha yang meminta bantuan jasa dari seorang ahli hukum untuk membantu
menafsirkan isi kontrak maupun untuk dalam tahapan negosiasi kontrak. Dari
sekian banyak klausul yang terdapat dalam kontrak, terdapat satu klausul yang
selalu ada, yaitu klausul mengenai Force Majeure.
Klausul
ini muncul karena adanya kebutuhan pengaturan untuk hal-hal yang mungkin
terjadi dimasa mendatang yang dapat berpotensi untuk menimbulkan konflik antara
para pihak dalam kontrak. Force Majeure atau keadaan memaksa ini dapat
diartikan sebagai suatu keadaan dimana seorang debitur terhalang untuk
melaksanakan prestasinya karena suatu keadaan atau peristiwa yang tidak terduga
paad saat dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepaad debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam
keadaan beriktikad buruk. Lalu bagaimana pengaturan Force Majeure ini dalam
sistem hukum di Indonesia?
Dalam
hukum Indonesia, dasar hukum perjanjian atau kontrak yang utama adalah Kitab
Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPdt), namun apabila dilihat secara seksama,
tidak ada pasal khusus untuk Force Majeure ini. Pengaturan terkait Force
Majeure dalam KUHPdt terdapat dalam Pasal 1244 dan 1245 KUHPdt. Berikut
kutipan dari pasal 1244 dan 1245 KUHPdt :
Pasal
1244
“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila dia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepat waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tidak terduga, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, walaupun tidak ada iktikad buruk padanya”.
Pasal
1245
“Tidak ada pergantian biaya, kerugian dan bunga, bila dalam keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi scara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melaksanakan suatu perbuatan yang terlarang baginya”.
Dari pasal-pasal yang mengatur tentang Force Majeure tersebut, terdapat persyaratan sehingga suatu kejadian dapat dikatakan sebagai Force Majeure antara lain :
- Peristiwa yang menyebabkan
terjadinya Force Majeure tersebut haruslah “tidak terduga”oleh para
pihak.
- Peristiwa tersebut tidak
dapat dipertanggung jawabkan kepada pihak yang harus melaksanakan prestasi
(pihak debitur) tersebut.
- Peristiwa yang menyebabkan
terjadinya Force Majeure tersebut diluar kesalahan pihak debitur.
- Peristiwa yang menyebabkan
terjadinya Force Majeure tersebut diluar kesalahan para pihak.
- Tidak ada itikad buruk dari pihak debitur .
Dalam kontrak biasanya Force Majeure ini meliputi :
- Bencana Alama, seperti :
Banjir, Gempa Bumi, Kebakaran dan Angin Topan;
- Keadaan Perang;
- Huru Hara; dan/atau
- Kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang keuangan atau moneter dan ekonomi yang secara langsung mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan.
Apabila
Force Majeure ini sehingga isi perjanjian ini tidak dapat dilaksanakan,
baik seluruhnya maupun sebagian, maka tidak berarti perjanjian otomatis menjadi
batal tetapi biasanya seluruh kerugian yang timbul akan diselesaikan secara
musyawarah oleh kedua belah pihak.
Comments
Post a Comment
silahkan comentar