1).
Bagaimana
eksistensi Hukum Adat di Indonesia, Jelaskan!
Hukum Adat di
indonesia banyak dipengaruhi oleh hukum agama. Berikut teori yang menunjukkan
adanya hubungan antara pengaruh agama (hukum Islam) dengan Hukum Adat
1. Teori Receptio
in Complexu Bahwa Adat Istiadat dan Hukum adat suatu golongan masyarakat adalah
resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh golongan masyarakat itu. Hukum
Adat suatu golongan masyarakat adalah hasil penerimaan bulat-bulat hukum agama
yang dianut oleh golongan masyarakat tersebut
2. Teori Receptie
Bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia , terlepas dari agama
yang dianutnya adalah Hukum Adat (Otje Salman, 2011: 78).
3. Teori Receptio
a Contrario Hukum Adat adalah sesuatu yang berbeda dan tidak boleh
dicampuradukan dengan Hukum Agama (Islam) sehingga keduanya mesti tetap
terpisah. Empat corak atau sifat umum Hukum Adat di Indonesia oleh
F.D.Hollemann :
1. Magis religius
( magisch – religieus ) Sifat ini diartikan sebagai pola pikir yang didasarkan
pada religiusitas, yakni keyakinan masyarakat tentang adanya sesuatu yang
bersifat sakral.
2. Komunal (
Kebersamaan ) Menurut pandangan Hukum Adat setiap individu, anggota masyarakat
merupakan bagian integral dari masyarakat secara keseluruhan.
3. Konkret (
Visual ) Sifat yang Konkret artinya jelas, nyata, berwujud, dan visual artinya
dapat terlihat, tampak, terbuka, tidak tersembunyi.
4. Kontan ( Tunai
) Sifat ini mempunyai makna bahwa suatu perbuatan selalu diliputi oleh suasana
yang serba konkret terutama dalam hal pemenuhan prestasi. Sifat khas lainnya
dari hukum adat adalah sebagai berikut:
1. Tradisional
Sifat ini menunjukan bahwa masyarakat adat bersifat turun temurun, dari zaman
nenek moyang sampai ke anak cucu sekarang keadaannya masih tetap berlaku dan
dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan.
2. Dinamis Hukum
Adat dapat berubah menurut keadaan waktu dan tempat.
3. Terbuka Hukum
Adat memiliki sifat terbuka.
4. Sederhana
Artinya bahwa masyarakat hukum adat itu bersahaja, tidak rumit, tidak
beradministrasi, tidak tertulis, mudah dimengerti, dan dilaksanakan berdasar
saling percaya mempercayai.
5. Musyawarah dan
Mufakat Artinya masyarakat hukum adat mengutamakan musyawarah.
Dapat di sinpulkan bahwa eksistensi hukum adat di
indonesia sangat erat dan masih di junjung tinggi dalam kehidupan masyarakat dan
masih di lestarikan sebagai kearifan lokal dan di jalankna sesuai dengan
keadaan zaman saat ini.
2.
Mengapa model liberal tidak cocok dengan
culture sistem demokrasi negara
kesatuan RI, jelaskan!
Liberalisme
muncul sebagai sebagai antiklimaks dari pemerintahan monarki absolute
faham ini memnyerukan kebebasan (leberte) persamaan dan persaudaraan dalam arti
luas liberalisme di artikan sebagai perjuangan menuju kebebasan dan mempunyai
keyakinan bahwa semua sumber kemajuan terletak pada perkembangan manusia yang
bebas dimana manusia dapat menarik keuntungan dari daya cipta manusia. Hal
tersebut bertentangan dengan pancasila yang di anut oleh NKRI di dalam NKRI nilai kebebasan tidak di
nerikan secara luas seluas luasnya akan tetapi harus dapat di sesuaikan dan di
jalankan penuh dengan tanggung jawab baik secara hukum maupun secara religius
dan nilai musyawarat sesuai sila ke 4 harus di junjung tinggi sesuai dengan
dasar negara pancasila serta dalam hak pepenarikan keuntunga dalam perjalanan
pemerintahan NKRI negara menjadi pokok yang berkewajiban mencapai dan memberi
kesejahteraan sosial bagi rakyat sesuai dengan sila ke 5 pancasila.
3. Bandingkan perbedaan batas usia
dewasa menurut undang-undang dan menururt Hukum Adat!
Di mata hukum, batas usia dewasa seseorang menjadi
penting, karena hal tersebut berkaitan dengan boleh/tidaknya orang
tersebut melakukan perbuatan
hukum, ataupun diperlakukan sebagai subjek hukum.
Artinya, sejak seseorang mengalami usia dewasanya, dia berhak
untuk membuat perjanjian dengan orang lain, melakukan perbuatan hukum tertentu,
misalnya menjual/membeli harta tetap atas namanya sendiri,
menjaminkan tanah yang terdaftar atas namanya sendiri dll.
Jadi, apakah seseorang yang berusia 17th sudah
dianggap dewasa dimata hukum? Rupanya, batas usia dewasa di mata
masyarakat berbeda dengan batas usia dewasa di mata hukum.
Menurut pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Barat dijelaskan bahwa: seseorang dianggap sudah dewasa
jika sudah berusia 21 tahun atau sudah (pernah) menikah.
Bertahun2 batas usia dewasa tersebut di ikuti oleh seluruh ahli hukum di
Indonesia. Sehingga, jika ada tanah& bangunan yang terdaftar atas nama
seorang anak yang belum berusia 21 tahun, maka untuk melakukan tindakan penjualan atas tanah dan bangunan
tersebut dibutuhkan izin/penetapan dari Pengadilan negerisetempat. Namun,
pada tanggal 13 Oktober 1976 Mahkamah Agung sudah mengeluarkan
Yurisprudensi Nomor 477 yang menyatakan Usia Dewasa adalah 18
Tahun atau sudah pernah menikah. Hal ini di dukung pula oleh UU
Perkawinan No. 1/1974 yang dinyatakan dalam pasal 50 ayat 1 nya.
Pendapat tentang batas usia dewasa ini juga di ikuti dan diterjemahkan pula
dalam pasal 1 (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
dijelaskan juga bahwa Seorang anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Yurisprudensi maupun Undang-Undang
yang menyatakan bahwa batas usia dewasa adalah 18 tahun tersebut tidak mencabut
ketentuan pasal 33 KUHPerdata. Namun, Dengan demikian, setiap orang yang
sudah berusia 18th atau sudah menikah, dianggap sudah
dewasa, dan berhak untuk bertindak selaku subjek hukum. Dlam huku adat orang yang sudah dewasa yaitu orang yang
sudah berusia 17 tahun dan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.
x
Comments
Post a Comment
silahkan comentar