Skip to main content

Jawaban Tugas Ke 1 meringkas seluruh bahan ajar yang menjadi pendukung TAP mahasiswa Hukum UT

Hukum perdata / HKUM4202

Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Perdata

Prof. H.R. Sardjono:

"Hukum Perdata adalah norma atau aturan yang mengatur manusia dalam masyarakat dalam hubungannya dengan orang lain, dan Hukum Taurat Sipil pada dasarnya mengendalikan kepentingan individu. Hukum perdata mengatur hubungan antara orang dan orang atau badan hukum dalam lingkaran sosial mereka."

Ruang Lingkup Hukum Perdata:

1. Hukum Perdata Dalam Arti Luas

Hukum Perdata dalam arti luas pada dasarnya mencakup semua Hukum privat meteriil, yaitu semua hukum pokok (hukum material) yang mengatur kepentingan individu, termasuk undang-undang yang dinyatakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), KUHD, serta yang diatur dalam sejumlah peraturan lain (undang-undang), seperti tentang koperasi, perdagangan, kepailitan, ..dll.

2. Hukum Perdata Dalam Arti Sempit

Hukum Perdata dalam arti sempit, terkadang ditafsirkan sebagai lawan dari hukum perdagangan. Hukum perdata dalam arti sempit adalah hukum perdata sebagaimana termuat dalam KUHPerdata.

Jadi hukum perdata ditulis sebagaimana diatur dalam KUH Perdata adalah KUH Perdata dalam arti sempit. Sementara Hukum Perdata dalam arti luas meliputi KUHPerdata yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Niaga yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Hukum Perdata dan Hukum Material Formil Sipil

  • Hukum Perdata Material

Hukum Perdata Material adalah setiap ketentuan hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang dalam hubungannya dengan orang lain di masyarakat.

Hukum Perdata Material adalah aturan yang mengatur hak dan tanggung jawab perdata seseorang. Dengan kata lain bahwa KUHPerdata bersifat material mengatur kepentingan perdata masing-masing subjek hukum, yang pengaturannya tertuang dalam KUHPerdata, KUHD dll.

  • Hukum Perdata Formil:

Hukum Perdata Formil adalah semua ketentuannya yang mengatur bagaimana seseorang mendapatkan hak/keadilan berdasarkan Undang-Undang Sipil material. Cara mendapatkan keadilan di hadapan hakim biasa disebut Hukum Acara Perdata.

Hukum Perdata Formil adalah ketentuan yang mengatur bagaimana seseorang mengklaim hak-haknya jika dia dirugikan oleh orang lain, mengatur dengan cara apa pemenuhan hak-hak material dapat dijamin.

Formil Civil Law bermaksud membela hukum perdata materiil, karena Hukum Perdata berfungsi menerapkan Hukum Perdata Material.

Hukum Perdata, misalnya Hukum Acara Perdata, tertuang dalam Reglement Indonesia Refurbished (R.I.B).

Hukum Orang / Person

Pengertian Hukum Rakyat

Hukum orang dapat diartikan dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas mencakup ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum dan kekerabatan. Sementara dalam arti sempit meliputi ketentuan orang sebagai subjek hukum.

Orang (orang) dalam hukum disebut sebagai subjek hukum, Subjek hukum berarti setiap pendukung hak dan kewajiban. Bicaralah dengan Subjek hukum berkaitan erat dengan istilah mampu dalam arti hukum, artinya

Dalam buku I KUH Perdata, yang disebut subjek hukum adalah hanya orang yang disebut orang yang bersifat alami tidak termasuk badan hukum yang disebut dengan badan hukum. Namun dalam perkembangan selanjutnya badan hukum tidak Dimasukkan ke dalam subjek hukum yang diatur dalam Kode Hukum perdagangan, sehingga subjek hukum meliputi :

  1. Orang Disebut Kodrati Pribadi
  2. Badan Hukum disebut hukum pribadi

Orang sebagai subjek hukum sejak lahir hingga mati dunia. Terhadap harapan ini ada pengecualian yaitu sebagai perpanjangan yang diatur dalam pasal 2 KUHPerdata yang berbunyi : bayi yang masih dalam Rahim ibu dianggap lahir hidup jika ada minat bayi itulah yang diinginkannya. Jadi meskipun anak itu belum lahir itu bisa dianggap sebagai subjek hukum. Terhadap prinsip ini harus memenuhi rat-syarat sebagai berikut :

Anak laki-laki telah dinobatkan pada saat kepentingan anak

Anak lahir hidup saat lahir meskipun cepat berlalu dan sekarat

Ada minat anak yang berharap anak tersebut dianggap telah lahir.

Adapun tujuan pembentukan undang-undang untuk melindungi kepentingan anak yang masih dalam kandungan jika kemudian lahir hidup.

Berbicara tentang persyaratan subjek hukum yang berkaitan dengan pertanyaan kemampuan dalam arti hukum, artinya hukum mengatur juga golongan orang yang tidak kompeten dalam pengertian hukum yang diatur dalam pasal 1330 KUHPerdata, yaitu:

  1. Orang yang belum dewasa.
  2. Orang yang ditawan di bawah pengampunan
  3. Wanita yang telah menikah (di Indonesia tidak lagi berlaku berdasarkan Mahkamah Agung No. 3/1963)

Posisi seseorang sebagai subjek hukum dipengaruhi Beberapa faktor adalah sebagai berikut:

  1. UMUR artinya sebelum usia 21 tahun belum mampu dalam arti hukum
  2. JENIS KELAMIN artinya menurut pasal 29 KUHPerdata bahwa untuk laki-laki minimal 18 tahun tahun dan perempuan 15 tahun untuk bisa kawin. Menurut hukum tidak 1/1974 laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun.
  3. KETURUNAN Ini berarti bahwa ada perbedaan antara anak yang sah dan anak di luar nikah.
  4. KEWARGANEGARAAN NEGARAAN berarti dibedakan antara warga negara Indonesia dan orang asing untuk menggunakan hak di wilayah RI
  5. PERNIKAHAN Ini berarti bahwa melakukan pernikahan membuat seseorang menjadi dewasa.

HUKUM KELUARGA DAN PERNIKAHAN

Pernikahan adalah ikatan kelahiran dan pernikahan antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga bahagia (rumah tangga) dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974).

Pencatatan nikah adalah pendataan administrasi perkawinan yang ditangani oleh petugas panitera perkawinan (PPN) dengan tujuan menciptakan tatanan hukum.

HUKUM BARANG

Pengertian Hukum Benda

Hukum benda merupakan terjemahan dari bahasa Belanda “Zakenrecht”. Menurut Prof. Soediman Kartohadiprodjo, hukum kebendaan ialah semua kaidah hukum yang mengatur apa yang diartikan dengan benda dan mengatur hak-hak atas benda. Sedangkan menurut Prof. L.J van Apeldoorn, hukum kebendaan ialah peraturan mengenai hak-hak kebendaan. Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang diatur dalam hukum benda adalah pertama-tam mengatur pengertian dari benda, kemudian perbedaan macam-macam benda, dan selanjutnya bagian yang terbesar mengatur mengenai macam-macam hak kebendaan.

 

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Hukum Benda ialah peraturan-peraturan hukum yang mengatur mengenai hak-hak kebendaan yang sifatnya mutlak

Bermacam-macam Hal

 Menurut Prof. Subekti, benda dapat dibagi atas beberapa macam, yaitu:

  1. Benda yang dapat diganti (contoh: uang) dan benda yang tidak dapat diganti (contoh: seekor kuda).
  2. Benda yang dapat diperdagangkan dan benda yang tidak dapat diperdagangkan (contoh: jalan-jalanan dan lapangan umum).
  3. Benda yang dapat dibagi (contoh: beras) dan benda yang tidak dapat dibagi (contoh: seekor kuda).
  4. Benda yang bergerak (contoh: perabot rumah) dan yang tidak dapat bergerak (contoh: tanah) (Subekti, 2003: hlm.61)

Menurut Prof. Soedewi Masjchoen Sofwan, benda dapat dibedakan atas :

  1. Barang yang berwujud dan barang yang tidak berwujud.
  2. Barang-barang yang bergerak dan tidak bergerak.
  3. Barang yang dapat dipakai habis dan barang yang tidak dapat dipakai habis.
  4. Barang-barang yang sudah ada dan barang-barang yang masih akan ada (Soedewi Masjchoen, 1984: hlm 19)

Barang yang akan ada dibedakan :

  1. Barang-barang yang suatu saat sama sekali belum ada, misal: panen yang akan datang.
  2. Barang-barang yang akan ada relatif, yaitu barang-barang yang pada saat itu sudah ada, tetapi bagi orang-orang yang tertentu belum ada, misalnya barang-barang yang sudah dibeli, tapi belum diserahkan.
  3. Barang-barang yang dalam perdagangan dan barang-barang di luar perdagangan.
  4. Barang-barang yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi.

Hukum Pidana / HKUM4203

PENGERTIAN, TUJUAN, DAN OBJEK HUKUM PIDANA

a.       PENGERTIAN

Pengertian Hukum adalah kumpulan peraturan yang mengatur tingkahlaku manusia. Tentang mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Bersifat memaksa dan jika dilanggar akan mendapat sanksi atau hukuman.

Dalam

1.      Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik (aliran klasik)

2.      Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungan  (aliran modern).
Menurut aliran klasik tujuan hukum pidana untuk melindungi individu dari kekuasaan penguasa atau negara. Sebaliknya menurut aliran modern mengajarkan tujuan hukum pidana untuk melindungi masyarakat terhadap kejahatan, dengan demikian hukum pidana harus memeperhatikan kejahatan dan keadaan penjahat, maka aliran ini

     PENGERTIAN HUKUM PIDANA

Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan lain sebagainya

       SIFAT HUKUM PIDANA

Salah satu unsur utama tindak pidana yang bersifat objektif adalah sifat melawan Hukum.
Dalam hukum pidana, istilah "Sifat Melawan Hukum" (SMH) memiliki empat makna:

1.   Sifat Melawan Hukum diartikan syarat umum dapat dipidananya suatu perbuatan sebagaimana definisi perbuatan pidana yakni kelakuan manusia yang termasuk dalam rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dapat dicela.

2.   Kata "melawan hukum" dicantumkan dalam rumusan delik. Dengan demikian, sifat melawan hukum merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidananya suatu perbuatan.

3.   Sifat Melawan Hukum formal mengandung arti semua unsur dari rumusan delik telah dipenuhi.

4.   Sifat Melawan Hukum material mengandung dua pandangan. Pertama, dari sudut perbuatannya

     TEMPAT HUKUM PIDANA

Masalah pokok dalam hukum pidana adalah berkenaan dengan 3 (tiga) hal, yaitu: masalah perbuatan pidana, masalah kesalahan/pertanggungjawaban pidana serta masalah pidana dan pemidanaan. Dalam kaitan dengan ketiga masalah pokok hukum pidana di atas, ilmu hukum pidana yang dikembangkan dewasa ini lebih banyak membicarakan masalah-masalah dogmatik hukum pidana dari pada sanksi pidana. pembahasan tentang sanksi pidana yang bersifat memperkokoh norma hukum pidana belum banyak dilakukan, sehingga pembahasan seluruh isi hukum pidana dirasakan masih belum serasi.

PERBUATAN PIDANA

adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, yang diancam dengan pidana. Antara larangan dengan  acaman pidana ada hubungan yang erat, seperti hubungan peristiwa dengan oranng yang menyebabkan peristiwa tersebut, utuk menyatakan hubungan tersebut dipakailah kata “perbuatan” yang berarti  suatu pengertian abstrak yang menunjukan kepada dua hal yang konkrit. Istilah lain yang dipakai dalamhukum pidana, yaitu; “tindakan pidana”. Perbuatan pidana dapat disamakan dengan istilah belanda, yaitu; strafbaarfeit, menurut Simon; strafbaarfeit adalah kelakuan oleh seseorang yang dapat bertanggung jawab, berhubungan denga kesalahan  yang bersifat melawan kukum dan diancam pidana.

Asas-asas yang terdapat dalam Hukum Pidana, yaitu :

1. Asas Legalitas

Asas legalitas yang dalam hukum pidana sering disebut dengan asas nullum delictum nulla poena sine lege, dalam sejarahnya tidak menunjukkan bahwa pembaru hukum pidana pada abad ke-18 dulu berpendapat bahwa keseluruhan masalah hukum pidana harus ditegaskan dengan suatu undang-undang.

Tafsiran tradisional yang mengemukakan bahwa “keharusan dengan undang-undang itu adalah perwujudan dari keinginan mengamankan posisi hukum dari rakyat terhadap negara,” adalah suatu tafsiran yang terlalu sempit. Tafsiran demikian itu telah mengenyampingkan arti sepenuhnya yang dimaksudkan oleh ahli-ahli teori hukum pidana abad ke-18, mengenai asas legalitas (peters, A.A.G, Het rechts karakter van het Strafrecht, Deventer 1972). Asas legalitas dapat dijumpai dalam sumber-sumber hukum internasional, seperti: 

1. Deklarasi Universal hak-hak asasi manusia 1948, pasal II ayat 2

 2. Perjanjian Eropa untuk melindungi hak manusia dan kebebasan asasi       1950 (perjanjian New York) pasal 15 ayat 1 An selm von feverbach, seorang sarjana hukum pidana dari jerman (1775-1833). Sehubungan dua fungsi itu, ia merumuskan asas legalitas secara mantap dalam bahasa latin : 

  - Nulla Poena Sine Lege (Tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undag-undang)

 - Nulla poena sine crimine (Tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana)

- Nullum crimen sine poena legali (Tidak ada perbuatan pidana tanpa          pidana menurut undang-undang).

             Dasar perumusan asas legalitas itu sebagai realisasi dari teorinya yang dikenal dengan nama “ Theorie Van Psychologische Zwang ” yang menganjurkan agar dalam menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam perbuatan bukan saja tentang macam pidana yang dicantumkan. Selanjutnya berkenaan dengan asas ini, Roeslan Saleh hal.27-33, mengatakan bahwa asas legalitas mempunyai tiga dimensi, yaitu:

            1. Dimensi Politik Hukum                                                                               

Artinya  politik hukum diisyaratkan ini adalah perlindungan terhadap           anggota masyarakat dari tindakan sewenangh-wenang pemerintah.

            2. Dimensi Politik Kriminal                                                                            

Bahwa suatu rumusan undang-undang yang jelas dan tidak menimbulkan     keragu-raguan tentang kejahatan-kejahatan dan pidana-pidananya akan             dapat melakukan fungsi politik kriminal yang baik. Suatu penerapan yang   tegas dari asas legalitas akan memungkinkan warga masyarakat “untuk      menilai semua akibat merugikan yang ditimbulkan oleh dilakukannya             suatu perbuatan pidana, dan ini dapat dipertimbangkannya sendiri dengan tepat”.

            3. Dimensi Organisasi                                                                                    Asas legalitas dikaitkan dengan peradilan pidana mengharapkan lebih             banyak lagi daripada hanya akan melindungi warga masyarakat dari             kesewenang-wenangan pemerintah.

            Jadi, Asas Legalitas ialah suatu asas yang menyatakan bahwa suatu perbuatan atau pidana dapat dihukumbila sebelum perbuatan tertentu dilakukan telah ada undang-undang atau peraturan yang melarangnya dengan ancaman hukuman pidana pul.

            2. Asas Teritorial atau Wilayah

            Ialah asas yang menegaskan bahwa hukium pidana suatu negara itu mutlak berlaku diwilayah negara yag bersangkutan terhadap semua orang, baik warga negara sendiri maupun warga negara asing yang melakukan tindak pidana di wilayah negara tersebut.

            Asas territorialitas mempunyai dasar logika sebagi perwujudan atas kedaulatan negara untuk mempertahankan ketertibah hukum didalam wilayah negra, dan kepada siapa saja yang melakukan perbuatan pidana berarti orang itu melanggar ketertiban hukum itu. Dapat dikatakan pula bahwa asas territorialitas untuk berlakunya undang-undang hukum pidana merupakan asas yang prinsip sebagai dasar utama kedaulatan hukum, sedangkan asas-asas yang lain dipandang sebagai pengecualian yang bermanfaat perluasannya. 

            3. Asas Perlindungan (Asas Nasionalitas Pasif)

            Ialah asas yang menegaskan bahwa hukum pidana suatu negara berlaku juga terhadap siapa saja yang melakukan tindak pidana meskipun diluar wilayah negara tersebut (baik pelaku yang warga negara sendiri maupun orang asing) bila tindak pidana tersebut mengganggu kepentigan hukum dari negara yag bersangkutan.

            Asas ini menentukan bahwa hukum pidana suatu negara (Juga Indonesia) berlaku terhadap perbuatan-pebuatan yang dilakuan diluar negeri, jika karena itu kepentingan tertentu terutama kepentingan negara dilanggar di luar wilayah kekuasaan negara itu. Disini yang dilindungi bukanlah kepentingan individu orang Indonesia, tetapi kepentingan nasional atau kepentingan umum yang lebih luas. Jika orang Indonesia menjadi korban delik di wilayah Negara lain, yang dilakukan oleh orang asing, maka hukum pidana Indonesia tidak berlaku. Diberi kepercayaan kepada setiap negara untuk menegakkan hukum di wilayah sendiri. 

            Berlakunya undang-undang hukum pidana dari suatu negara menurut asas ini disandarkan kepada kepentingan hukum (Rechtbelang) menurut Simons : Rechtgoed yang dilanggarnya. Dengan demikian apabila kepentingan hukum dari suatu Negara yang menganut asas ini dilanggar oleh seseorang, baik oleh warga Negara ataupun oleh orang asing dan pelanggaran yang dilakukukan baik diluar maupun didalam Negara yang menganut asas tadi, Undang-undang hak pidana Negara itu dapat diperlakukan terhadap di pelanggar tadi. 

            4. Asas Personalitas atau Nasionalitas Aktif

            Ialah asas yang mengatakan bahwa hukum pidana suatu negara dapat dikenakan atas warga negaraya meskipun orang tersebut melakukan tindak pidana di luar negeri. Asas personalitas tidak mungkin dapat digunakan sepenuhnya terhadap warga negara yang sedang berada dalamr wilayah negara lain yang kedudukannya sama-sama berdaulat.

                       Asas ini menentukan, bahwa berlakunya undang-undang hukum pidana suatu negara disandarkan pada kewarganegaraan Nasionalitas seseorang yang melakukan suatu perbuatan, dan tidak pada tempatnya dimana perbutan dilakukan. 

            Ini berarti, bahwa undang-undang hukum pidana hanya dapat diperlakukan terhadap seseorang warga negara yang melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang dan dalam pada itu tidak menjadi persoalan dimana perbuatan itu dilakukannya diluar negara asalnya, undang-undang hukum pidana itu tetap berlaku pada dirinya. (Prasetyo,2011:43-44).

 

            5. Asas Universal      

            Ialah suatu asas yang menegaskan bahwa suatu hukum pidana suatu negara dapat berlaku terhadap siapa saja, dimana saja dan terhadap tindak pidana apa saja yang dapat mengganggu ketertiban dan kepentingan hukum dunia internasional. Bahwa asas melindungi kepentingan internasional (asas universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa setiap negara didunia wajib turut melaksanakan tata hukum sedunia (hukum internasional) (Prasetyo,2011:45).

            6.  Asas Apabila ada perubahan dalam Undang-Undang Setelah           peristiwa itu terjadi maka dipakailah ketentuan yang paling   menguntungkan bagi si Tersangka

            Artinya jika pada saat perbuatan dilakukan kemudian terjadi perubahan ketentuan undang-undang maka undang-undang yang memberikan ancaman hukuman yang paling ringan yang akan diberlakukan terhadap si tersangka. (dalam)

            7.  Asas Hukum Pidana Khusus Mengesampingkan Hukum Pidana      Umum (Lex Specialis derogart legi Generalis)

            Artinya bahwa karena sumber hukum pidana ada dua jenis yaitu yang terkodifikasi dan yang tidak, dimana undang-undang yang tidak terkodifikasi tersebar, maka jika ada seseorang yang melakukan perbuatan tindak pidana korupsi maka yang diberlakukan adalah undang-undang korupsi (Lex Specialis) atau orang yang melakukan jual beli narkoba maka yang diberlakukan adalah undang-undang Narkoba (lex specialis bukan KUHP) terdapat dalam pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 

A.2. Implementasi Asas-Asas Hukum Pidana dalam KUHP

1.      Asas Legalitas

            Asas legalitas termasuk asas yang boleh dikatakan sebgai tiang pengangga hukum pidana. Asas ini tersirat di dalam Pasal 1 KUHP yang dirumuskan demikian:

a.       Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.

b.      Jika sebuah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam undang-undangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.

            Berdasarkan rumusan Pasal; 1 ayat (1) KUHP tersebut secara tegas ditunjuk perbuatan mana yang dapat berakibat pidana, tentu saja bukan perbuatannya yang dipidana, tetapi orang yang melakukan perbuatan itu, yaitu:

1.      Perbuatan itu harus ditentuka oleh perundang-undangan pidana sebagai perbuata yang pelakunya dapat dijatuhi pidana.

2.      Perundang-undangan pidana itu harus sudah ada sebelum perbuatan itu dilakukan.

           Pasal 1 (1) KUHP yang sering disebut sebagai pencerminan asas legalitas itu dapat disimpangi atau diubah cukup dengan membuat undang-undang baru yang berbeda.

1.      Asas legalitas: bahwa orang yang melakukan tindak pidana, dapat dipidana apabila orang tersebut dapat dinyatakan bersalah.

2.      Makna asas legalitas:

a.       Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau perbuatan itu lebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan hokum.

b.      Untuk menentukan adanya tindak pidana tidak boleh digunakan analogi.

c.       Undang-undang hukum pidana tidak berlaku mundur/surut.

            Asas legalitas atau yang dikenal dengan asas nulla poema dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP itu berasal dari rumusan bahasa latin oleh Anselm von Feuerbach yang berbunyi: “nullum crimen nulla poema, sine praevia lege poenali, (kadang-kadang kata “crimen”  itu diganti dengan “delictum”) yang artinya kira-kira: tiada kejahatan/delik, tiada pidana, kucuali jika sudah ada undang-undang sebelumnya yang mengancam dengan pidana.

            Dari asas legalitas ini tampak bahwa terhadap perbuatan yang diancam dengan pidana, yang diberlakukan adalah hokum atau undang-undang  yang sudah ada pada saat itu, tidak boleh dipakai undang-undang yang akan dibuat sesudah perbuatan itu terjadi. Oleh karena itu, disini berlaku asas lex temporis delicti yang artinya adalah undang-undang pada saat delik/kejahatan itu terjadi.  Itulah asas yang dipakai di Indonesia berhubung dengan adannya Pasal 1 (1) KUHP tersebut.

2. Asas-Asas Teritorial

            Menurut asas teritorial, berlakunya undan-undang pidana suatu Negara semata-mata digantungkan pada tempat dimana tindak pidana atau perbuatan pidana dilakukan, dan tempat tersebut harus terletak didalam territorial  atau wilayah Negara yang bersangkutan. Simons mengatakan bahwa berlakunya asas territorial ini berdasarkan atas kedaulatan Negara sehingga setiap orang wajib dan taat kepada perundang-undangan Negara  tersebut.

            Teritorial Indonesia diperluas dengan pasal 3 KUHP yang semula mengatakan  bahwa ketentuan pidana itu berlaku juga bagi setiap orang yang diluar Indonesia melakukan tindak pidana di dalam perahu Indonesia.berhubung dengan perkembangan zaman, malalui UU No. 4 Tahun 1976, maka Pasal  3 tersebut diubah dan berbunyi:

Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia

3. Asas Perlindungan (Asas Nasional Pasif)

            Menurut asas ini peraturan hukum pidana Indonesia berfungsi untuk melindungi keamanan kepentingan hukum terhadap gangguan dari setiap orang di luar Indonesia terhada kepentingan hukum Indonesia itu. Hal ini diatur dalam Pasal 4 KUHP (setelah diubah dan ditambah berdasarkan undang-undang nomer 4 Tahun 1976) ‘Ketentuan pidana dalam perundang-undangan indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan diluar indonesia:

            1. Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104,106,107,108, dan 131.

            2. Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan             oleh negara atau bank, ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan       merek yang digunakan oleh pemerintah indonesia.

            3. Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan suatu       daerah atau bagian daerah indonesia, termasuk pula pemalsuan tanda     deviden atau tanda bunga yang mengikuti surat sertifikat itu dan tanda             yang digunakan sebagai pengganti surat tersebut.

            4. Salah satu kejahatan yang disebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai      dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan           kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan 479 huruf J tentang             penguasaan pesawat udara dengan melawan hukum dan pasal 479 huruf     L,m,n, dan o tentang keselamatan penerbangan sipil.

 

             Tidak semua kepentingan hukum dilindungi, melainkan hanya kepentingan yang vital dan berhubungan dengan kepentingan umumbaik yang bersifat nasional dan internasional yaitu yang berwujud:

1.      Terjaminnya keamanan  Negara dan kepala Negaradan wakilnya, pasal 4 ke 1 HUHP

2.      Terjaminnya keprcayaan terhadap mata uang, materai dan merek yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia dari kejahatan pemalsuan, Pasal 4 ke  2 KUHP.

3.      Terjaminnya terhadap surat uangm sertifikat utang, yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, Pasal 4 ke 3 KUHP.

4.      Terjaminnya alat-alat pelayaran Indonesia terhadap kemungkinan dibawa ke dalam kekuasaan bajak laut, Pasal 4 ke 4 KUHP.

4. Asas Personalitas Aktif

            Menurut asas ini ketentuan hukum pidana berlaku bagi setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar Indonesia. Untuk mereka yag melakukan di wilayah Indonesia telah diliputi oleh asas territorial pada Pasal 2 KUHP.

            Pasal 5 KUHP berisi ketentuan tersebut, tetapi dengan pembatasan tertentu, yaitu jika yang dilakukan adalah perbuatan  diatur di dalam:

1.      Bab I dan II Buku Kedua KUHP, yaitu kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 104-139.

2.      Pasal 160,161 (menghasut di muka umum untuk menentang penguasa umum), Pasal 240 (berkaitan dengan melakukan kewajiban sebgai warga Negara seperti waji militer, dan sebagainya), Pasal 279 (berkaitan dengan perkawinan yang dilarang), Pasal 450-451 (yang berkaitan dengan pembajakan laut).

3.      Perbuatan yang menurut perundang-undangan di Indonesia temasuk kejahatan dan menurut ketentuan di Negara itu dapat dipidana.

            Tidak menjadi soal apakah kejahatan-kejahatan tersebut diancam pidana oleh negara tempat perbuatan itu dilakukan.Dipandang perlu kejahatan yang membahayakan kepentingan negara Indonesia dipidana.

5. Asas Universal

            Untuk ikut serta memelihara ketertiban dunia, KUHP Indonesia juga mengatur tentang dapat dipidanya perbuatan-perbuatan seperti pembajakan di laut, meskipun berada di luar kendaraan air, jadi di laut bebas. Kejahatan demikian ini lazim disebut sebagai asas universal karena bersifat mendunia dan tidak membeda-bedakan warga Negara apa pu, yang penting adalah terjaminnya ketertiban dan keselamatan dunia.

            Selanjutnya Pasal 9 KUHP menyatakan bahwa berlakunya Pasal 2, 5, 7 dan 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian yang diakui di dalam hukum internasional. Misalnya saja hukum internasional mengakui adanya kekebalan atau imunitas diplomatic dan hak eksteritorial yang dimiliki oleh kepala Negara asing, dutabesar dan para diplomat juga personel angkatan perang Negara asing yang berada di Indonesia atas izin pemerintah Indonesia.

 

Menurut Moeljatno pada umumnya pengecualian yang diakui meliputi:

            a. Kepala Negara beserta keluarga dari negara sahabat, dimana mereka        mempunyai hak eksteritorial. Hukumnasional suatu negara tidak berlaku    bagi mereka.

            b. Duta besar negara asing beserta keluarganya.

            c. Anak buah kapal perang asing yang berkunjung kesuatu negara    sekalipun berada di luar kapal. Menurut Hukum internasional kapal perang      adalah teritorial negara yang mempunyainya.

            d. Tentara negara asing yang berada dalam wilayah negara dengan persetujuan negara itu.

6.  Asas Apabila ada perubahan dalam Undang-Undang Setelah peristiwa itu terjadi maka dipakailah ketentuan yang paling menguntungkan bagi si Tersangka

            Asas ini di dasarkan pada pasal 1 ayat 2 KUHP yang mengatakan bahwa “Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhdap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling mengutungkannya”.

            Misalnya : Seorang yang disangka melakukan pidana korupsi pada tahun 1998 dan diancam hukuman oleh undang-undang No. 31 Tahun 1971 dengan ancaman hukuman 10 tahun, maka pada saat proses persidangan pada tahun 1999 tiba-tiba pemerintah mengeluarkan undang-undang No. 31 Tahun 1999 yang mengancam perbuatan tersebut dengan hukuman ancaman 20 tahun. Maka sesuai dengan asasnya dipakailha ketentuan yang paling rigan bagi terdakwa.

7.  Asas Hukum Pidana Khusus Mengesampingkan Hukum Pidana            Umum (Lex Specialis derogart legi Generalis)

          

            Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwasanya perbuatan pidana khusus mengesampingkan hukum pidana umum itu didasarkan pada pasal 103 KUHP yang berbunyi “Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-udangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”.

 

B. ANALISIS

1.      Asas  Legaliatas

Terdapat beberapa pengertian di dalam asas legalitas tersebut, yaitu:

a.       Tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-undang.

b.      Tidak ada penerapan undang-undang pidana berdasarkan analogi.

c.       Tidakk dapat dipidana hanya berdasarkan kebiasaan.

d.      Tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas (syarat lex certa).

e.       Tidak ada kekuatan surut dari ketentuan pidana.

f.       Tidak ada pidana lain kecuali yang ditentukan undang-undang.

g.      Penuntutan pidana hanya menurut cara yang ditentukan undang-undang.

Tujuan asas legalitas adalah:

a.       Menegakkan kepastian hukum

b.      Mencegah kesewenang-wenangan penguasa.

Asas legalitas ini terdapat dalam KUHP pasal 1 ayat 1

2.      Asas Teritorial

Asas territorial menekankan pada daerah atau wilayah dimana hukum pidana itu berlaku. Ini merupakan yang paling pokok dan juga merupakan asas yang paling tua. Asas wilayah/territorial ini menunjukkan bahwa siapa pun yang melakukan delik diwilayah Negara tempat berlakunya hukum pidana, tunduk pada hokum pidana itu. Yang menjadi patokan adalah tempat dan wilayah sedangkan orangnya tidak dipersoalkan. Dan asas ini tercantum pada pasal 2 KUHP.

3.      Asas Nasionalitas Pasif

Asas Nasionalitas pasif ialah asas yang dimana tiap-tiap Negara yang bedaulat pada umumnya berhak melindungi kepentingan hukumnya. Dengan demikian UU hokum pidana Indonesia dapat diberlakukan terhadap siapapun, baik warga Negara maupun bukan warga Negara yang melakukan pelanggaran terhadap kepentingan hukum Negara Indonesia atau Negara yang berdaulat dimana pun terutama di luar negeri. Misalanya, melakukan kejahatan penting terhadap keamanan Negara serta kepala Negara Indonesia (pasal 104-108KUHP) .

Asas nasionalitas pasif diatur dalam pasal 4  dan pasal 8.

4.       Asas personalitas/nasionalitas aktif

Asas nasioalitas aktif menitik beratkan pada kewarganegaraan pembiat hukum pidana yang mengikuti kewarganegaraanya kemana pun ia berada.Inti dari asas ini tercantum pada pasal 5, pasal 6, pasal 7 KUHP. 

5.      Asas Universal

6.      Asas Apabila Ada Perubahan dalam UU Setelah Peristiwa Itu Terjadi Maka Dipakailah Ketentuan yang Paling Menguntungkan pada Si Tersangka.

7.      Asas Hukum Pidana Khusus Mengesampingkan Hukum Pidana Umum

Ilmu Perundang-Undangan / HKUM4403

PengantarIlmuPengetahuanPerundang-Undangan

Proses pengajuan, teknik penyusunan dan pengundangan peraturan perundang-undangan

 Menyongsong Pemilu Legeslatif 2014, dengan banyaknya calon legislatif yang ada, belum tentu sebagian besar mereka memahami apa itu ilmu perundang-undangan dan bagaimana mekanisme penyusunan peraturan perundang-undangan. semoga calon legislatif yang nantinya terpilih dalam pileg 2014 kali ini mempunyai kemampuan utamanya yaitu menyusun peraturan perundang-undangan yang membawa bagi kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa dan negara. berikut ini sekilas artikel mengenai ilmu perundang-undangan di Indonesia.

Pmbentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasamya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.

Sesuai dengan bunyi pasal 1 UU No. 10 tahun 2004 di atas, bahwa proses sebuah peraturan menjadi legal dan mempunyai daya ikat atau kekuatan hukum tetap harus melewati beberapa tahap. Adapun yang akan di bahas dalam makalah ini hanya sebagian dari tahap-tahap di atas, yaitu tahap persiapan, teknik penyusunan dan pengundangan.
Pertama, tahap persiapan ini menjelaskan bagaimana prosedur pengajuan sebuah peraturan perundang-undangan. Karena terdapat berbagai jenis bentuk peraturan perundang-undangan, dimana setiap jenisnya mempunyai spesifikasi kewenangan legislasi (pembuatan peraturan) yang berbeda-beda, maka perlu dijelaskan satu persatu sesuatu dengan hirarki jenis/bentuk peraturan perundang-undangan tersebut.
Kedua, tahap teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. dalam tahap ini dapat dilihat lebih rinci di lampiran UU No. 10 tahun 2004. Akan tetapi dalam lampiran tersebut hanya menjelaskan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan secara umum, khususnya mengenai Peraturan Daerah terdapat aturan tersendiri. Ketiga, Tahap Pengundangan sangatlah penting bagi sebuah peraturan perundang-undangan, karena dengan adanya pengundangan ini sebuah peraturan perundang-undangan mempunyai daya ikat atau kekuatan hukum tetap dan dapat dilaksanakan.
Selain itu hal yang perlu diperhatikan adalah pada tahap perencanaan peraturan perundang-undangan telah diatur mengenai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Program Legislasi Daerah dalam rangka penyusunan peraturan perundang-undangan secara terencana, bertahap, terarah, dan terpadu. Oleh karena itu, untuk menunjang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, diperlukan peran tenaga perancang peraturan perundang-undangan sebagai tenaga fungsional yang berkualitas yang mempunyai tugas menyiapkan, mengolah, dan merumuskan rancangan peraturan perundang-undangan.

I. PROSES PENGAJUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. Undang-Undang (UU)

Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah adalah rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Daerah dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya.

Rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan rancangan undang-undang baik dari DPR atau DPD diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat dan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah.

Penyebarluasan rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat. Dan Penyebarluasan rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden dilaksanakan cleh instansi pemrakarsa.

Dalam rangka penyiapan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang, masyarakat dapat memberikan masukan kepada Pemrakarsa. Masukan dilakukan dengan menyampaikan pokok-pokok materi yang diusulkan. Masyarakat dalam memberikan masukan harus menyebutkan identitas secara lengkap dan jelas.

B. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. Pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dilakukan dalam bentuk pengajuan rancangan undang-undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang.

C. Peraturan Pemerintah

Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah, Pemrakarsa membentuk Panitia Antardepartemen. Tata cara pembentukan Panitia Antardepartemen, pengharmonisasian, penyusunan, dan penyampaian Rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden berlaku mutatis mutandis ketentuan Bab II tentang Penyusunan Undang-Undang.

D. Peraturan Presiden

Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden, Pemrakarsa dapat membentuk Panitia Antardepartemen. Tata cara pembentukan Panitia Antardepartemen, pengharmonisasian, penyusunan, dan penyampaian Rancangan Peraturan Presiden kepada Presiden berlaku mutatis mutandis ketentuan Bab II tentang Penyusunan Undang-Undang.

E. Peraturan Daerah (Perda)


Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah atau gubernur, atau bupati/walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, atau kota. Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh gubernur atau bupati/walikota kemudian disampaikan dengan surat pengantar gubernur atau bupati/walikota kepada dewan perwakilan rakyat daerah oleh gubernur atau bupati/walikota. Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh dewan perwakilan rakyat daerah disampaikan oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah kepada gubernur atau bupati/walikota.


Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Dan dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Jenis Produk Hukum Daerah terdiri atas :

a. Peraturan Daerah;
b. Peraturan Kepala Daerah;
c. Peraturan Bersama Kepala Daerah;
d. Keputusan Kepala Daerah; dan
e. Instruksi Kepala Daerah.

II. TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang berdasarkan Prolegnas, Pemrakarsa membentuk Panitia Antardepartemen. Keanggotaan Panitia Antardepartemen terdiri atas unsur departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen yang terkait dengan substansi Rancangan Undang-Undang. Panitia Antardepartemen dipimpin oleh seorang ketua yang ditunjuk oleh Pemrakarsa.Panitia Antar departemen penyusunan Rancangan Undang-Undang dibentuk setelah Prolegnas ditetapkan Dewan Perwakilan Rakyat. Penyusunan Rancangan Undang-Undang yang didasarkan Prolegnas tidak memerlukan persetujuan izin prakarsa dari Presiden.

Dalam keadaan tertentu, Pemrakarsa dapat menyusun Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas setelah terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden. Dalam rangka penyusunan konsepsi Rancangan Undang-Undang di luarProlegnas, Pemrakarsa wajib mengkonsultasikan konsepsi tersebut kepada Menteri dalam rangka pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang. Kemudian Menteri mengkoordinasikan pembahasan konsepsi tersebut dengan pejabat yang bewenang mengambil keputusan, ahli hukum, dan/atau perancang peraturan perundang-undangan dari lembaga Pemrakarsa dan lembaga terkait lainnya. Apabila dipandang perlu, koordinasi dapat pula melibatkan perguruari tinggi dan atau organisasi.

Pengetian Norma Hukum 
       
      Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesesama ataupun lingkungannya. Istilah norma berasal dari bahasa Latin, kaidah dalam bahasa arab, dan sering juga disebut dengan pedoman, patokan, atau aturan dalam bahasa Indonesia. Dalam perkembangannya norma diartikan sebagai suatu ukuran atau patokan bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah laku dalam masyarakat. Jadi inti dari norma adalah segala aturan yang harus dipatuhi.

 

Suatu norma itu baru ada apabila terdapat lebih dari satu orang, karena norma itu pada dasarnya mengatur tata cara bertingkah laku seseorang terhadap orang lain, atau terhadap lingkungannya. Setiap norma mengandung suruhan-suruhan (penyuruhan-penyuruhan) yang didalam bahasa asingnya sering disebut dengan das Sollen yang didalam bahasa Indonesia sering dirumuskan dengan istilah Hendaknya (Contoh : Hendaknya menghormati orang yang lebih tua).

 

 

Keberadaan lembaga-lembaga negara di Indonesia begitu dinamis. Hal tersebut merupakan dampak langsung dari mekanisme pengelolaan kekuasaan negara yang bersifat dinamis pula. Perkembangan lembaga-lembaga negara di Indonesia dapat kalian lihat dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Berikut ini struktur ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum dilakukan perubahan.


Keteterangan:
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
MA : Mahkamah Agung
DPA : Dewan Pertimbangan Agung
BPK : Badan Pemeriksa Keuangan

 

HukumPerjanjian / HKUM4402

Kontrak atau perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

Pengertian kontrak atau perjanjian, dalam setiap literatur didasarkan pada Pasal 1313, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan degan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/ lebih.

Subekti memberikan uraian tentang perbedaan, perikatan, perjanjian, dan kontrak dengan beberapa ciri khas tersendiri:

  1. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum anatara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu
  2. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
  3. Kontrak merupakan perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tertulis.

Baik istilah perjanjian, perikatan, mapun kontrak masing-masing memilki keterkaitan. Oleh karena perjanjian merupakan sumber perikatan yang terpenting, ataukah perikatan merupakan pengertian abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa. Perikatan sebagai suatu bentuk persetujuan atau persesuaian kehendak diantara para pihak masih bersifat abstrak, tetapi ketika dituangkan dalam perjanjian tertulis,  maka hal itu nyata sebagai suatu perjanjian, yang demikianlah disebut kontrak.

Dalam ensiklopedi Indonesia, hukum kontrak adalah rangkaian kaidah-kaidah hukum yang mengatur berbagai persetujuan dan ikatan antara warga-warga hukum.

Defenisi tersebut menyamakan istilah kontrak (perjanjian) dengan persetujuan, padahal antara keduanya berbeda. Kontrak merupakan salah satu sumber perikatan sedangkan persetujuan salah satu syarat sahnya kontrak.Dengan adanya beberapa kelemahan tersebut, maka Salim, H.S,  mengemukakan, kontrak adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

Rumusan perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut di atas menurut para sarjana mengandung banyak kelemahan.

Menurut Muhamad Abdul Kadir, Pasal 1313 KUHPerdata mengandung kelemahan karena:

  1. Hanya menyangkut sepihak saja. Dapat dilihat dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikatkan” sifatnya hanya sepihak, sehingga perlu dirumuskan “kedua pihak saling mengikatkan diri” dengan demikian terlihat adanya konsensus antara pihak-pihak, agar meliputi perjanjian timbal balik.
  2. Kata perbuatan “mencakup” juga tanpa consensus. Pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa atau tindakan melawan hukum yang tidak mengandung konsensus. Seharusnya digunakan kata “persetujuan”.
  3. Pengertian perjanjian terlalu luas. Hal ini disebabkan mencakup janji kawin (yang diatur dalam hukum keluarga), padahal yang diatur adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan.
  4.  Tanpa menyebutkan tujuan. Rumusan Pasal 1313 BW tidak disebut tujuan diadakannya perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri tidak jelas untuk maksud apa.

Sedangkan menurut R. Setiawan, pengertian perjanjian tersebut terlalu luas, karena istilah perbuatan yang dipakai dapat mencakup juga perbuatan melawan hukum dan perwalian sukarela, padahal yang dimaksud adalah perbuatan melawan hukum.

Para sarjana yang merasa bahwa pengertian perjanjian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1313 KUHPerdata ini mengandung banyak kelemahan, memberikan rumusan mengenai arti perjanjian.

Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

Pendapat lain dikemukakan oleh Rutten, menurutnya perjanjian adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum  yang ada tergantung dari persesuaian kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum dari kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan masing-masing pihak secara timbal balik.

Para sarjana memberikan rumusan mengenai perjanjian dengan penggunaan kalimat yang berbeda-beda, namun pada prinsipnya mengandung unsur yang sama yaitu:

  1. Ada pihak-pihak. Yang dimaksud dengan pihak disini adalah subyek perjanjian dimana sedikitnya terdiri dari dua orang atau badan hukum dan harus mempunyai wewenang melakukan perbuatan hukum sesuai yang ditetapkan oleh undang-undang.
  2.  Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap dan bukan suatu perundingan.
  3.  Ada tujuan yang akan dicapai. Hal ini dimaksudkan bahwa tujuan dari pihak hendaknya tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan Undang-undang.
  4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan. Hal itu dimaksudkan bahwa prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.
  5. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan. Hal ini berarti bahwa perjanjian bisa dituangkan secara lisan atau tertulis. Hal ini sesuai ketentuan undang-undang yang menyebutkan bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.

 

Arbitrase, Mediasi, danNegosiasi / HKUM4409

Mungkin kita belum seberapa paham mengenai alternatif penyelesaian sengketa atau arbitrase padahal di indonesia sendiri sudah mengenal arbitrase dari tahun 1970an dan telah dibentuk suatu badan arbitrase negara indonesia atau yang biasa disebut dengan BANI.


Berdasarkan data yang ada di beberapa negara saat ini bahkan sudah mempunyai suatu Undang-Undang tersendiri seperti hal nya di indonesia saat ini telah ada Undang-Undang Khusus yaitu Undang - Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase.


Mungkin saat ini kita melihat banyak penyelesaian sengketa selain arbitrase diantaranya adalah mediasi dan negosiasi dimana secara prinsip mempunyai persamaan yang hampir sama yaitu :
1. dengan APS ini lebih sederhana dan dengan waktu yang lebih cepat;
2. prinsip konfidensial;
3. diselesaikan oleh pihak ketiga yang netral serta memiliki kemampuan khusus didalam bidangnya.


Namun demikian dibalik suatu persamaan ini mempunyai suatu perbedaan juga dimana kita melihat mengenai biaya penyelesaian sengketa yang relatif sangat mahal karena adanya suatu biaya seperti :
1. Biaya Admin
2. Honor Arbiter
3. Biaya Transportasi dan Akomodasi Arbiter
4. Biaya Saksi dan Ahli


Biaya seperti ini tidak ada didalam Mediasi kalau pun ada biasanya tidak sebesar arbitrase bahkan tidak ada biaya sama sekali dalam mediasi. lalu dalam menyelesaikan permasalahan atau sengketa juga biasanya relatif lama dalam mediasi dalam arbitrase dijelaskan dalam  waktu 180 hari atau 6 bulan saja sengketa sudah dapat diselesaikan.

 

Comments

Popular posts from this blog

Hak-hak yang diperoleh oleh Seorang tersangka/terdakwa

  Hak-hak apa saja yang diperoleh oleh tersangka/terdakwa? Implementasi Hak Asasi Manusia secara tersirat sebenarnya sudah diakui dalam KUHAP. Menurut ketentuan Pasal 117 ayat 1, “keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun.” Artinya dengan adanya Pasal tersebut, pemeriksaan oleh penyidik untuk kepentingan penyidikan harus sesuai dan menghormati HAM. hak seorang tersangka dan keluarganya yang digeledah atau rumahnya digeledah yaitu: a. Berhak untuk menanyakan tanda pengenal penyidik yang akan melakukan penggeledahan. b. Berhak untuk menanyakan surat perintah penggeledahan. c. Berhak untuk mendapatkan penjelasan mengenai alasan penggeledahan. d. Berhak untuk menandatangani berita acara penggeledahan. e. Berhak untuk mendapatkan salinan berita acara f. Berhak untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi saat digeledah. g. Berhak untuk mencabut berita acara yang salinannya diberikan setelah lewat dua hari

CONTOH PERJANJIAN FORCE MAJEURE

   CONTOH PERJANJIAN  FORCE MAJEURE PERJANJIAN SEWA-MENYEWA No. 122/UD/sejahtera-tb/TB/iii/16   Yang bertanda tangan di bawah ini : 1.       Nama   ................................  Pekerjaan BURUH   Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama untuk diri sendiri berkedudukan di panca tunggal jaya selanjutnya disebut yang menyewakan; 2.       Nama ...........................   pekerjaan mahasiswa   Alamat Tulang Bawang dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri, selanjutnya disebut penyewa; Dengan ini menerangkan bahwa pihak yang menyewakan adalah pemilik sah sebuah rumah yang terletak di jalan anggrek No. 17 Kota Unit 2 Tulang Bawang bermaksud menyewakan rumahnya kepada penyewa dan penyewa bersedia menyewa rumah tersebut dari pihak yang menyewakan berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : Pasal 1 (1)    Sewa rumah ditetapkan sebesar Rp. 50,000,000,- ( lima puluh juta ) untuk jangka waktu sewa 1 tahun terhitung sejak tanggal penandatanganan surat perjanji

Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Calon Guru Penggerak

  Kesimpulan, Keterkaitan Materi dan Refleksi Pemahaman. Selama mempelajari modul 2 saya mendapatkan pengalaman belajar baru yang sangat luar biasa. Pada modul 2.1 Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi. saya lebih memahami pentingnya pembelajaran berdifferensiasi sebagai tuntunan yang masuk akal bagi peserta didik dengan keunikan potensinya. Selanjutnya di modul 2.2 saya belajar bagaimana membangun kecerdasan sosial emosional. Di modul 2.3 saya belajar bagaimana teknik coaching guna membangun komunikasi yang baik dengan orang lain. Hal yang paling berkesan bagi saya adalah saat kami, sesama rekan GCP, melakukan praktik coaching sebanyak 3 sesi (sebagai coach, coachee dan observer), yang merupakan tugas demonstrasi kontekstual modul 2.3. Meskipun speed saya cenderung lambat menunaikan tugas-tugas dalam membangun pemahaman saya terhadap materi, namun saya berkomitmen untuk menuntaskannya dan menyusun rencana implementasi melalui praktik bagi yang akan