Skip to main content

UBUNGAN peristiwa hukum materi pasal 1 ayat a KUHPidana



1.       HUBUNGAN peristiwa hukum  materi pasal 1 ayat a KUHPidana yang telah kita bahas
Jawab :
Peristiwa hukum adalah segala perbuatan yang secara sengaja dilakukan orang yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban.
Menurut hukum, peristiwa hukum dibagi menjadi dua yaitu :
1. Peristiwa hukum bersegi satu, ialah peristiwa hukum yang hanya ditimbulkan oleh satu pihak saja. Contoh : pembuatan surat wasiat, pemberian hibah.
2. Peristiwa hukum bersegi dua, ialah peristiwa hukum yang ditimbulkan oleh dua pihak atau lebih. COntoh : perjanjian, perikatan.

Dalam kuhpidana legalitas tercantum didalam pasal 1 ayat 1 KUHP. Kalau kata-katanya yang asli didalam bahasa Belanda disalin kedalam bahasa Indonesia kata demi kata, maka akan berbunyi: “Tiada suatu perbuatan (feit) yang dapat dipidana, selain berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang mendahuluinya.
Atau lebih jelasnya
(1)   Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan keten tuan perundang - undangan pidana yang telah ada.
Dari penjelasan di atas suatu tindakan apapun yang menimbulkan hal dan belum di atur berdasarkan undang – undang maka tidak berakibat hukum dan belum bisa di katakan peristiwa hukum / peristiwa biasa.
2.      Sebutkan Azas-azas berlakuknya Hukum Pidana
Jawab :
1)      Azas Legalitas
Tidak dapat dipidana suatu perbuatan pidana bila tidak/belum diatur dalam undang undang.
2)      Asas Presumption of innocent ( praduga tak bersalah )  Bahwa pelaku delik dianggap tidak bersalah selama belum ada putusan hakim yang inkracht terhadapnya
3)      Asas Equity before the law ( kesederajadan di mata hukum )
Bahwa semua orang dipandang sama hak, harkat dan martabatnya di mata hukum. Mis : Aulia pohan yang tetap diproses perkaranya (penyelewengan dana yayasan Bank Indonesia = 100 milyar), meskipun dia adalah besan pak presiden.
4)      Asas geenstraf zonder schuld (tidak ada pidana tanpa kesalahan)
Bahwa seseorang yang tidak melakukan kesalahan/tindak pidana tidak dapat dibebankan sanksi pidana terhadapnya. Misal : Kasus Ryan ( jagal jombang ), bahwa ada 3 (tiga) orang yang sebelumnya dituduh membunuh salah satu korban Ryan, tetapi ternyata terbukti bahwa mereka tidak bersalah maka MA membebeskan ketiga orang tsb. Namun, pihak Polres Jombang dapat dituntut rehabilitasi dan ganti rugi oleh ketiga korban salah tangkap tersebut.
5)      Azas Unus testi Nullus Testi (satu saksi bukan saksi)
Bahwa satu orang saksi saja dianggap tidak ada saksi, maka bila hanya ada satu orang saksi JPU harus punya alat bukti pendukung lain yang ditetapkan dalam pasal 184 KUHAP.
6)      Azas In dubio Pro reo
Bahwa bila kasus posisi dianggap kabur/kurang jelas, maka dakwaan yang harus diterapkan ialah yang paling menguntungkan terdakwa.
3.      Sebutkan unsur-unsur tindak Pidana dan jenis-jenis tindak Pidana !
Jawab :
Tindak pidana (delik) adalah perbuatan yang melanggar UU, dan oleh karena itu bertentangan dengan UU yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang dapat di pertanggungjawabkan atau perbuatan yang dapat dibebankan oleh hukum pidana.
Unsur – unsur tindak pidana :
1)      Unsur – unsur tindak pidana (delik) :
a)       Harus ada suatu kelakuan (gedraging)
b)       Harus sesuai dengan uraian uu ( wettelijke omshrijving)
c)       Kelakuan hukum adalah kelakuan tanpa hak
d)       Kelakuan itu diancam dengan hukuman
2)      Unsur objektif adalah mengenai perbuatan, akibat dan keadaan :
a)      Perbuatan, dalam arti positif, perbuatan manusia yang disengaja dan dalam arti negative kelalaian.
b)      Akibat, efek yang timbul dari sebuah perbuatan
c)      Keadaan, sutu hal yang menyebabkan seseorang di hukum yang berkaitan dengan waktu.
3)      Unsur subjektif
Adalah mengenai keadaan dapat di pertanggungjawabkan dan schold (kesalahan) dalam arti dolus (sengaja) dan culpa (kelalaian).
Jenis - jenis tindak pidana (delik) adalah:
1)      Tindak pidana formil
Suatu tindak pidana yang dilarang adalah unsur perbuatannya.
2)      Tindak pidana materiil
Suatu tindak pidana yang dilarang adalah akibat yang timbul dari perbuatan itu.
3)      Tindak pidana dolus
Tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja.
4)      Tindak pidana culpa
Tindak pidana yang dilakukan karna kelalaian.
5)      Tindak pidana aduan
Tindak pidana yang memerlukan pengaduan dari orang yang dirugikan.
4.      Sebutkan Sumber Hukum Internasional !....
Jawab :
Menurut pasal 38 ayat (1) piagam mahkamah internasional mengatakan : “Bahwa dalam mengadili perkara-perkara yang diajukan kepadanya, mahkamah internasional akan mempergukaan :
1)      Traktat atau perjanjian internasional (international conventions)
Baik bersifat umum mapun khusus, yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh Negara yang bersangkutan.
2)      Kebiasaan internasional (international custom)
Bukti dari kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum.
3)      Asas atau prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradap.
4)      Putusan pengadilan dan ajaran sarjana paling terkemuka dari berbagai Negara sebagai tambahan bagi penetapan kaidah hukum.
       5.  Jelaskan Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional !
            Jawab :
1.    Tempat hukum internasional dalam tata hukum secara keseluruhan
Persoalan tempat hukum internasional dalam rangka hukum secara keseluruhan didasarkan atas anggapan bahwa sebagai suatu bidang hukum :
“ Hukum Internasional merupakan bagian dari hukum pada umumnya. Hal ini tidak dapat dielakan apanila kita hendak melihat hukum internasional sebagai perangkat ketentuan dan asas yang efektif yang benar-benar hidup dalam kenyataan, sehingga mempunyai hubungan dengan hukum nasional”
Karena pentingnya hukum nasional masing-masing negara dalam konstelasi politik dunia dewasa ini, dengan sendirinya penting pula persoalan bagaimanakah hubungan antara berbagai hukum nasional itu dengan  hukum internasional.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa dalam teori ada dua pandangan tentang hukum internasional yaitu:
-       Pandangan yang dinamakan “Voluntarisme” yang mendasarkan berlakunya hukum internasional ini pada kemauan negara
-       Pandangan yang “obyektivitas” yang menganggap ada dan berlakunya hukum internasional ini pada kemauan negara.
Dari pandangan yang berbeda di atas menimbulkan akibat yang berbeda yaitu:
-       Pandangan “Voluntarisme” mengakibatkan adanya hukum internasional dan hukum nasional sebagai dua satuan perangkat hukum yang hidup berdampingan dan terpisah
-       Pandangan obyektivitas menganggapnya dua bagian dari satu kesatuan perangkat hukum . hal ini erat hubunganya dengan persoalan  hubungan hierarki antara kedua perangkat hukum itu baik masing-masing berdiri sendiri maupun dua perangkat hukum itu merupakan dari satu kesatuan dari satu keseluruhan tata hukum yang sama.
Kedudukan hukum internasional dalam peradilan nasional suatu negara terkait dengan doktrin “Inkorporasi” dan doktrin “Transformasi’
Doktrin ‘Inkorporasi’ menyatakan bahwa : “Hukum Internasional dapat langsung menjadi bagian hukum nasional”
Misalnya :
Suatu negara menandatangani dan meratifikasi traktat, maka perjanjian tersebut dapat secara langsung mengikat terhadap para warganya tanpa adanya legislasi terlebih dahulu (AS, Inggris, Kanada, Australia, dll)
Doktrin “Transformasi’
Doktrin ini menyatakan sebaliknya; tidak terdapat hukum Internasional dalam hukum nasional sebelum dilakukannya transformasi, yang berupa pernyataan terlebih dahulu dari yang bersangkutan. Dengan kata lain traktat tidak dapat digunakan sebagai sumber hukum nasional.
1.      Penerapan dalam Praktek
Negara   Inggris
Hukum Kebiasaan Internasional
            Praktek di Inggris pada umumnya menunujukan bahwa hukum kebiasaan internasional secara otomatis sebagai bagian dari hukumm nasional Inggris. Pendekatan yang digunakan adalah doktrin “Inkorporasi”
Sepanjang mengenai  Hukum Kebiasaan Internasional dapat dikatakan bahwa doktrin Inkorporasi ini. berlaku dengan dua pengecualian yaitu ;
1.)   Bahwa ketentuan hukum kebiasaan Internasional tidak bertentangan dengan suatu undang-undang baik yang telah berlaku maupun yang diundangkan kemudian. Hal ini berarti bahwa Inggris lebih mendahulukan hukum nasionalnya.
2.)   Sekali ruang lingkup suatu ketentuan hukum kebiasaan internasional ditetapkan oleh keputusan mahkamah yang tertinggi, maka semua pengadilan terikat oleh keputusan itu sekalipun kemudan dapat terjadi perkembangan suatu ketentuan hukum kebiasaan Internasional yang bersangkutan harus merupakan ketentuan yang umum diterima masyarakat internasional.
Disamping pengecualian di atas, pengadilan di Inggris dalam pesoalan yang menyangkut hukum Internasional “ Terikat” oleh tindakan atau sikap pemerintah (eksekutif) dalam hal :
1.)   Tindakan pemerintah seperti pernyataan perang, perebutan (aneksasi) wilayah atau tindakan nasionalisasi tidak boleh diragukan keabsahannya oleh pengadilan
2.)   Pengadilan terikat untuk mengakui pernyataan pemerintah (wewenang prerogatifnya) misalnya ; pengakuan suatu pemerintah atau negara dan lain sebagainya.
Dalam membahas pengadilan Inggris tidak bisa kita lepaskan dari doktrin  “Preseden” atau “Stare decisis”. Lord Nenning dan Malcoln menyatakan bahwa hukum internasional tidak mengenal apa yang disebut sebagai Stare decisis. Bila hukum kebiasaan internasional mengalami perubahan maka pengadilan dapat menerapkan perubahannya tersebut tanpa menunggu yang dilakukan oleh “ The House of Lord”
Doktrin inkorporasi sangat kuat tertanam pada hukum positif di Inggris. Hal ini terbukti dengan adanya dua dalil yang dipegang teguh oleh pengadilan Inggris yakni:
1.)   Dalil Konstruksi Hukum (Rule of Construction)
Menurut dalil ini UU yang dibuat oleh parlemen harus ditafsirkan sebagai tidak bertentangan dengan hukum Internasional. Artinya : dalam mengkaji suatu UU ada anggapan bahwa parlemen tidak berniat melakukan pelanggaran hukum Internasional.
2.)   Dalil tentang pembuktian
Berlainan dengan hukum asing, hukum internasional tidak memerlukan kesaksian para ahli di pengadilan Inggris untuk membuktikannya. Pengadilan di Inggris boleh menetapkan sendiri ada tidaknya suatu ketentuan hukum Internasional, dengan langsung menunjuk pada keputusan mahkamah lain sebagai bukti atau sumber-sumber lain (doktrin) tentang adanya ketentuan hukum Internasional.
                        Perjanjian (traktat) Internasional
                        Mengenai traktat (agreements, traties) dapat dikatakan bahwa pada umumnya perjanjian yang memerlukan persetujuan parlemen , memerlukan pula pengundangan nasional, yang tidak memerlukan persetujuan badan ini dapat mengikat dan berlaku secara langsung setelah penandatanganan dilakukan.
Dalam praktek di Inggris perjanjian Internasional yang memerlukan persetujuan parlemen dan pengundangan nasional bagi berlakunya secara Intern antara lain :
1.)   Yang memerlukan diadakannya perubahan dalam perundang-undangan nasional.
2.)   Yang mengakibatkan perubahan dalam status atau garis batas wilayah negara
3.)   Yang mempengaruhi hak sipil kaula negara Inggris atau memerlukan penambahan wewenang atau kekuasaan pada raja (ratu) Inggris.
4.)   Menambah beban keuangan negara secara langsung atau tidak pada pemerintahan Inggris.

Comments

Popular posts from this blog

PIDANA MATI MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA

  PIDANA MATI MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA KARYA TULIS ILMIAH Oleh : ..................... Nim : ............ FAKULTAS HUKUM  .............  201. KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada yang maha kuasa, karena berkat campur tangan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah dengan judul “Pidana Mati Menurut Hukum Pidana Indonesia”. Adapun maksud daripada pembuatan Karya Ilmiah ini  adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi para penegak hukum dalam penyelesaian kasus -kasus Prospek Pengaturan Pidana Masyarakat. Penulisan karya ilmiah ini tentu saja masih banyak kekurangan. Untuk itu demi kesempurnaannya, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya konstruktif. Akhirnya, semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Hukum. Manado,        April 2017 Penulis DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................             ...

Koneksi Aantar Materi Modul 2.1 Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi.

 KONEKSI ANTAR MATERI 2.1 EKA ARLIYAN JUNEDRIA CGP ANGKATAN 9 KABUPATEN TULANG BAWANG  Memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. menurut Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul "How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom" menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid paling tidak berdasarkan tiga aspek antara lain kesiapan belajar (readiness) murid, minat murid, profil belajar murid. pada pembelajaran yang berdiferensiasi tiga hal inilah yang harus di perhatikan bagi guru untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa.  menurut Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul "How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom" menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid paling tidak berdasarkan tiga aspek antara lain kesiapan belajar (readiness) murid...

Peralihan tanah

  P eralihan tanah adalah perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar hak atas tanah beralih dari yang mengalihkan kepada yang menerima pengalihan. Peralihan hak atas tanah ini ada juga yang menyebutnya dengan istilah "pemindahan" hak atas tanah. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 20, 26, 28, 38, dan 43 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA), maka setiap hak atas tanah dapat beralih dan dialihkan. Dalam praktik peralihan hak itu dapat berbentuk: a.      Jual beli; b.      Tukar-menukar; c.      Hibah; d.      Pemisahan dan pembagian harta warisan; e.     Pemisahan dan pembagian harta biasa (bukan warisan); f.      Penyerahan/hibah wasiat (legaat) ; g.     Penyerahan tanah sebagai modal perusahaan. Dalam inisiasi ini akan dibahas dasar hukum peralihan hak atas tanah, pejabat yang berwenang untuk mengalihkan, hak, ...